Foto: Thinkstock
Jakarta - Sebuah aksi serangan hacker terhadap
satelit dilancarkan dari komputer yang berlokasi di China. Satelit tersebut
digunakan oleh operator, kontraktor pertahanan, dan perusahaan telekomunikasi
yang berlokasi di Amerika Serikat dan Asia Tenggara.
Adalah Symantec yang menemukan aksi peretasan ini, menurut perusahaan keamanan
cyber tersebut, aksi tersebut sepertinya merupakan bagian dari spionase China,
yang bertujuan memantau komunikasi baik sipil maupun militer.
Aksi peretasan seperti ini biasanya memang sangat jarang terjadi karena
terbilang sulit, namun bukan berarti tak mungkin terjadi. Meski begitu para
peneliti keamanan di Symantec tak bisa memastikan apakah aksi ini sukses
memantau komunikasi yang terjadi lewat satelit tersebut, dan -- jika sukses --
komunikasi seperti apa yang berhasil ditangkap oleh si peretas.
Namun aksi peretasan ini tak sekadar untuk menguping
komunikasi yang melewati satelit tersebut. Pasalnya si hacker sukses menjebol
komputer yang dipakai untuk mengontrol satelit, jadi mereka bisa saja mengubah
posisi satelit, mengganggu lalu lintas data, dan sejumlah hal lain.
"Gangguan terhadap satelit ini bisa berdampak pada sipil maupun instalasi
militer yang bisa menyebabkan gangguan sangat besar (di dunia nyata). Kita
sangat bergantung pada fungsinya (satelit)," ujar Vikram Thakur, technical
director di Symantec, seperti dilansir Reuters, Kamis (21/6/2018).
Sebagai informasi, satelit sangat penting bagi ponsel dan jalur internet, juga
pada pemetaan dan lainnya. Menurut Symantec, saat ini jalur yang dipakai hacker
ke komputer yang terinfeksi tersebut sudah sukses ditutup.
Sebelum membeberkan informasi ini ke media, Symantec sendiri sudah menghubungi
sejumlah departemen keamanan di AS, seperti FBI, dan Department of Homeland
Security, juga sejumlah agensi keamanan publik di Asia dan perusahaan keamanan
lain.
Aksi peretasan ini pertama ditemukan pada Januari lalu oleh Symantec, yaitu
adanya penyalahgunaan software yang lazim digunakan di dalam situs milik
kliennya. Grup yang melakukan peretasan ini dinamai Thrip oleh Symantec.
Thrip sendiri sudah aktif sejak 2013, namun hilang dari
peredaran selama setahun sampai aksi peretasan ini ditemukan setahun yang lalu.
Selama hilang dari peredaran itu, Thrip disebut mengembangkan alat peretasan
anyar dan menggunakannya secara lebih luas.
Meski aksinya dilancarkan dari China, Symantec tak menuduh pemerintah China
sebagai dalang di balik peretasan ini. Menurut perusahaan asal AS itu, si
hacker meluncurkan serangannya dari tiga komputer di China daratan, dan
komputer-komputer tersebut bisa saja digunakan oleh siapa pun dan di mana pun.
Sumber:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar